Jumat, 07 Oktober 2016

Hulul, Fana,Baqa dan Ittihad

Tags

    Hulul atau wahdah asy-syuhud adalah ajaran tasawuf dari Al-Halaj. Kata hulul dalam arti bahasa berarti menempati suatu tempat. Adapun menurut istillah ilmu tasawuf, hulul berarti paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuhnya dilenyapkan.

    Al-Halaj berpendapat bahwa di dalam diri manusia it sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Ia menakwilkan ayat 34 surah Al-Baqarah. Allah memberikan perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam, karena yang berhak diberi sujud hanyalah Allah. Al-Halaj memahami bahwa dalam diri Adam sebenarnya ada unsur ketuhanan. Ia berpendapat demikian, karena sebelum menjadi makhluk, Tuhan melihat Dzat-Nya sendiri dan Dia pun cinta kepada Dzat-Nya sendiri, cinta yang tidak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak ini. Ia mengeluarkan sesuatu dari tiada dalam bentuk diri-Nya yang mempunyai segala sifat dan nama. Bentuk diri-Nya ini adalah Adam. Menurut Al-Hallaj pada diri Adam-lah, Allah muncul.

    Menurut  Al-Hallaj Tuhan mempunyai dua sifat dasar,  yaitu ketuhanan-Nya sendiri (lahut) dan sifat kemanusiaan (nasut). Jika nasut Allah mengandung tabiat seperti manusia yang terdiri atas roh dan jasad, lahut  tidak dapat bersatu dengan manusia, kecuali dengan cara menempati tubuh setelah sifat-sifat kemanusiaanya hilang, seperti yang terjadi pada diri Isa. Menurut Al-Hallaj bahwa tuhan memiliki sifat lahut dan nasut, demikian juga manusia. Manusia dapat menghilangkan sifat nasut-nya (sifat kemanusiaanya) apabila manusia sudah mencapai ke tingkat fana. Dan dengan menghilangkan sifat-sifat nasut  mencapai sifat lahut (sifat ketuhanan) yang dapat mengontrol tingkah laku dan menjadi inti dari kehidupan.

    Persatuan antara Tuahan dan manusia dapat terjadi dengan mengambil bentuk hulul setelah sifat-sifat  kemanusiaanya hilang. Setelah sifat-sifat kemanusiaanya hilang dan hanya tinggal sifat-sifat ketuhanan yang ada pada dirinya, disitullah Tuhan mengambil tempat dalam dirinya, dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia.

    Al-Hallaj berpendapat pada hulul  terkandung kefanaan total kehendak manusia dalam kehendak Ilahi, sehingga setiap kehendaknya adalah kehendak Tuhan, demikian juga tindakanya. Namun, disis lain Al-Hallaj mengatakan dalam syairnya “Barangsiapa mengira bahwa ketuhanan berpadu jadi satu dengan kemanusiaan ataupun kemanusiaan berpadu dengan ketuhanan, maka kafirlah ia. Sebab, Allah mandiri dalam Dzat maupun sifat-Nya dari dzat dan sifat makhluk.  Dia tidak sekali-kali menyerupai makhluk-Nya dan merekapun tidak sekali-kali menterupai-Nya.”

    Dengan demikian, Al-Hallaj sebenarnya tidak mengakui dirinya tuhan dan juga tidak sama dengan Tuhan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa hulul yang terjadi pada Al-Hallaj tidaklah nyata karena memberi pengertian secara jelas adanya perbedaan atara hamba dan Tuhan. Dengan demikian, hulul yang terjadi sekadar kesadaran psikis yang berlansing pada konsisi fana, atau menurut ungkapannya sekadar terlembarnya nasut dalam lahut, atau dapat dikatakan antara keduanya tetap ada perbedaan .

 
  Fana dan baqa merupakan ajaran tasawuf dari Abu yaxid Al-Busthami. Dari segi bahasa, fana berasal dari kata faniyah yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, fana diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Fana inilah hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaanya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar dan ia telah mengilangkan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu. Pencapaian Abu Yazid ke tahap fana dicapai setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada Allah. Jalan menuju fana menurut Abu Yazid dikisahkan dalam mimpinya menatap Tuhan. Ia bertanya, “Bagaimana caranya agar aku smpai pada-Mu?”  Tuhan menjawab,”Tinggalkan diri (nafsu) mu dan kemarilah.”

    Adapun baqa berasal dari kata baqiya yang artinya tetap. Sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Paham baqa tidak dapat dipisahkan dengan paham fana karena keduanya merupakan paham yang berpasangan. Jika seorang sufi mengalami fana maka dia jiaga sedang menjalani baqa.

    Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami oleh seorang sufi setelah melalui tahapan fana dan baqa . Hanya saja dalam leteratur klasik, pembahasan tentang ittihad  ini tidak di temukan. Dalam tahapan Ittihad  seorang sufi bersatu dengan Tuhan. Antara yang mencintai dan di cintai menyatu, baik substansi maupun perbuatannya. Ittihad  adalah satu tingkatan ketika seorang sufi telah merasa dirinya bersaru dengan Tuhan, satu tingkatan yang menunjukkan bahwa yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata, “Hai aku.”

    Dalam Ittihad yang dilihat hanya satu wujud sungguhpun sebenarnya ada dua wujud yang berpisah satu dari yang lain. Karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud, maka dalam ittihad  dapat terjadi pertukanran antara yang mencintai dan yang dicintai, atau tegasnya antara sufi dan Tuhan. Sufi yang bersangkutan, karena fananya tidak mempunyai kesadaran lagi dan berkata dengan nama Tuhan.

    Abu Yazid dengan fananya, meninggalkan dirinya dan pergi ke hadirat Tuhan. Bahwa ia telah berada di dekat pada Tuhan dapat dilihat dari syatahat yang di ucapkan. Syatahat adalah ucapan-ucapan dari seorang sufi yang tidak rasional yang dapat membingungkan bahkan menyesatkan pada pendengarnya khususnya bagi kalangan awam. Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu Abu Yazid bertanya, “Siapa yang engkau cari?” Orang itu menjawab,”Abu yazid.” Abu Yazid berkata,”Pergilah, di rumah ini tidak ada, kecuali Allah Yang Mahakuasa dan Mahatinggi.”

    Ucapan-ucapan Abu Yazid diatas kalau diperhatikan secara sepintas memberikan kesan bahwa ia syirik kepada Allah. Akan tetapi, para sufi yang telah mencapai puncak ma’rifat sebagaimana Abu Yazid memang terkadang sering melontarkan kalimat-kallimat syatehat yang tidak mudah di pahami oleh kalangan awam.

Sumber : Amin,Samsul Munir.2012.Ilmu Tasawuf.Jakarta:Amzah

This Is The Oldest Page


EmoticonEmoticon